"Di mana
bumi dipijak di situ langit dijunjung". Sebuah peribahasa yang
menggambarkan wujud toleransi dalam keberagaman suku dan budaya di indonesia. Budaya saling menjaga dan
menghormati adat istiadat satu sama lain menjadi salah satu faktor yang menjadikan bangsa ini
bisa bersatu dan hidup rukun di antara puluhan bahkan ratusan macam suku dan
bahasa.
Bukan hanya
urusan budaya, dalam hal keagamaan pun indonesia yang mayoritas penduduknya
muslim, bisa mewujudkan kehidupan yang rukun dan penuh toleransi dengan pemeluk
agama lain. Bohong
besar jika ada orang yang
mengatakan bahwa umat islam di indonesia tidak toleran.
Hal itu bisa
kita buktikan tatkala kita bandingkan dengan negara lain seperti Afrika Tengah
dimana baru-baru ini umat islam disana dibantai secara membabi-buta oleh
sekelompok milisi kristen. atau pembantaian di Myanmar yang mengatasnamakan
agama dan pembersihan etnis dan masih banyak lagi yang lainnya. Sangat jauh
rasanya jika dibandingkan dengan keadaan di indonesia dimana kelompok minoritas
bisa hidup dengan aman dan nyaman.
Islam memandang budaya
Nah, berbicara
mengenai budaya ternyata hal yang satu ini mendapat perhatian khusus dalam
agama islam. dalam ilmu fiqih misalnya, dikenal istilah 'urf (adat atau
kebiasaan). istilah 'urf ini oleh sebagian ulama dikategorikan sebagai
salah satu dalil syar'i yang bisa dipakai sebagai rujukan dalam menetukan sebuah
hukum.
Artinya ketika
ada permasalahan baru yang tidak ada hukumnya di dalam nash al-quran ataupun
hadits, maka ‘urf bisa dijadikan sebagai salah satu dalil dalam menentukan
hukum persoalan tersebut. Tentunya penentuan hukum ini dilakukan oleh ulama
yang kompeten di bidangnya.
Hal ini
terbukti dengan dirumuskannya beberapa kaidah fiqih oleh para ulama yang
berkaitan dengan 'urf ini, kaidah tersebut antara lain:
العادة
محكمة
“Adat atau kebiasaan itu dapat ditetapkan
sebagai hukum”
Atau :
المعروف
عرفاً كالمشروط شرطاً
“Yang dikenal sebagai kebiasaan sama dengan
syarat”,
التعيين بالعرف كالتعيين بالنص
“Menentukan dengan ‘urf (kebiasaan) sama dengan menentukan
dengan nash”,
استعمال الناس حجة يجب العلم بها
“Kebiasaan orang adalah hujjah yang harus diamalkan”.
Posisi penting yang ditempati oleh
‘urf dalam penentuan hukum syar’I ini menunjukkan bahwa
syariat islam mampu berinteraksi dengan budaya-budaya diluar islam dalam
artian yang tidak disebutkan oleh Allah dan rasul-Nya di dalam al-quran ataupun
as-sunnah, selama budaya tersebut tidak bertentangan dengan prinsip syariat itu
sendiri. Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama tentang
syarat diberlakukannya ‘urf sebagai sebuah dalil. Syarat tersebut antara lain :
1.
Kebiasaan tersebut harus berlaku umum dan
merata
2.
Kebiasaan tersebut harus berlangsung bersamaan
dengan waktu penetapan hukum suatu persoalan
3.
Tidak bertentangan dengan yang diungkapkan
secara jelas
4.
Tidak bertentangan dengan nash syar’i yang
khusus.
Dengan
demikian terbukti bahwa islam adalah agama yang luwes, fleksibel, dan aplikatif
bagi seluruh umat dengan budayanya masing-masing (yang tidak bertentangan
dengan nash) di muka bumi ini.
hal lain yang
mendukung murunah (keluwesan) syariah islam adalah dibukanya pintu ijtihad
bagi para ulama terhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam nash al-quran
ataupun hadits. Bahkan seorang yang berijtihad dijanjikan dua pahala jika
ternyata ijtihadnya benar dan satu pahala meskipun ijtihadnya salah.
Selain itu
Allah SWT. dan Rasul-Nya juga tidak menjelaskan semua hukum secara terperinci
melainkan secara umum berupa prinsip-prinsip yang mendasar. hal tersebut agar
syariah bisa berjalan seiring dengan berkembangnya zaman.
Bahkan
hukum-hukum yang dijelaskan dengan terperinci pun, sebagian redaksi dalilnya
dibuat multitafsir sehingga memungkinkan adanya keberagaman pemahaman dan cara
pandang terhadap dalil tersebut. Yang disebut oleh DR. Yusuf Al-Qarhadhawi
sebagai bentuk rahmat dan keringanan yang diberikan Allah Swt. kepada umat-Nya
Islamisasi = arabisasi?
peranan 'urf dalam
islam, dan hal-hal lain yang dijelaskan di atas, menunjukkan keluwesan dan
fleksibilitas Islam sebagai sebuah syariat. Dengan demikian, tentunya kita
tidak sepakat dengan orang-orang yang mengidentikkan islam dengan arabisasi.
karena pada dasarnya arabisasi itu berarti menjadikan segalanya serba arab,
bajunya harus pakai gamis, kepalanya harus dililit sorban, makannya harus kurma
atau gandum pokoknya semuanya harus serba Arab.
Logikanya, kalaulah
memang islam itu identik dengan arabisasi,
tentu segala sesuatu yang berhubungan dengan budaya Arab seharusnya
dipaksakan menjadi kewajiban dalam syariat. Misalnya semua muslim diwajibkan
berbicara bahasa Arab, atau diwajibkan berjenggot, memakai gamis dan
sebagainya. Padahal kenyataanya tidak seperti itu.
Perlu dibedakan
antara budaya Arab dengan budaya islam. budaya arab sudah ada sebelum islam
turun, kemudian setelah islam turun maka budaya dan kebiasaan-kebiasaan orang
Arab sebelumnya harus disesuaikan dan tunduk terhadap ajaran islam. Misalnya
budaya orang Arab yang suka mabuk-mabukan, berjudi, dan menyembah berhala
setelah datangnya islam, budaya-budaya tersebut dikoreksi dan disesuaikan
dengan ajaran islam yang
benar. Karena islam datang
sebagai penyempurna akhlak.
Dan di sini banyak orang yang
keliru dan tidak bisa membedakan mana ajaran islam dan mana budaya Arab.
sehingga menganggap budaya Arab sebagai bagian dari ajaran islam atau
sebaliknya menganggap sebagian ajaran islam sebagai budaya Arab. seperti
kewajiban memakai jilbab atau kerudung yang dianggap oleh sebagian orang
sebagai produk dari kebudayaan Arab semata.
Bukan hanya atas dasar keliru atau
tidak tahu, sebagian orang yang mengidentikkan ajaran islam dengan produk
budaya, memiliki motif
untuk menyerang ajaran islam. Tujuannya yaitu untuk menanamkan keraguan di hati
umat islam terlebih orang
awam. Dan celakanya banyak yang terjebak dengan pemikiran tersebut
sampai-sampai alergi
terhadap segala sesuatu yang berbau Arab tetapi di sisi lain merasa
bangga dengan mengikuti gaya hidup ala barat.
Alasan yang
digembor-gemborkan untuk kabur dari ajaran islam karena diidentikkan dengan
arabisasi, adalah untuk menjaga identitas bangsa ini sebagai bangsa Indonesia.
Padahal kalau mau jujur, mereka seharusnya lebih khawatir terhadap westernisasi
yang dampaknya jauh lebih besar yang secara masif dilakukan terhadap bangsa
kita ini melalui berbagai aspek kehidupan: food, fashion & fun.
Atau mungkin
mereka justru lebih memilih untuk mengikuti gaya barat yang dianggap lebih maju
dan modern tapi di saat yang sama mereka rela menanggalkan identitasnya sebagai
bangsa Indonesia bahkan rela menanggalkan akidahnya sebagai seorang muslim, na’udzu
billahi min dzalik.
Maka perlu
ditekankan lagi, bahwa islam tidak diturunkan ke bumi ini untuk meng-arab-kan
umat manusia, melainkan dia diturunkan untuk meluruskan semua budaya di dunia
ini termasuk budayanya orang Arab. Jadi islam tidak hanya terkait dengan budaya
Arab saja tetapi juga dengan semua budaya yang ada di muka bumi. Termasuk
budaya sunda, jawa, betawi dsb.
Makanya ketika
ada ketidak sesuaian antara budaya dengan prinsip syariat, budaya apapun itu,
baik Arab atau non arab harus dikoreksi agar
sesuai dengan syariat. Tapi ketika budaya tersebut tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah, maka itu dapat diterima bahkan dijadikan sebagai salah
satu dalil untuk menetapkan hukum syar’i.
Kesimpulan
Jadi
kesimpulannya bahwa ajaran islam dan budaya Arab adalah dua hal yang berbeda.
Karena Arab hanyalah tempat agama islam ini pertama kali diturunkan. Maka
wajarlah jika Al-Quran berbahasa Arab, Hadits pun berbahasa Arab karena memang
islam turun di Arab. Maka islam bukanlah budaya Arab, melainkan ia syariat yang
diperuntukkan bagi bangsa Arab dan non Arab.
Oleh karena
itu, memaksakan hal-hal yang serba Arab yang sejatinya bukan bagian dari
syariat Islam tidaklah tepat. Misalnya mewajibkan orang untuk memanjangkan
janggut. Walaupun pada kenyataanya terjadi khilaf diantara ulama
mutaakhirin tentang apakah memanjangkan janggut termasuk sunnah dan merupakan
suatu bentuk ibadah atau hanya sebatas budaya.
Tapi perlu
diketahui bahwa seseuatu yang sifatnya khilafiyyah, tidak termasuk ke
dalam ranah dakwah. Artinya tidak bisa memaksakan pendapat kepada kepada orang
yang menyelisihinya. Dengan alasan hal tersebut dilakukan sebagai pengamalan nahyi
munkar. (untuk lebih jelasnya bisa dibaca tulisan lain di Rumah Fiqih
dengan judul “Masalah Khilafiyyah: Apakah Termasuk Ranah Dakwah?” penulis
: Isnan Anshory, Lc. MA).
Namun mengingat bahwa Islam
turun di Arab maka mau tidak
mau ada bagian dari budaya Arab yang wajib dipelajari dan difahami oleh
sebagian orang. Misalnya seorang yang mempelajari ilmu syariah diwajibkan
menguasai bahasa Arab. Karena kalau tidak, bagaimana dia bisa memahami syariah
sedangkan al-quran, hadits dan kitab-kitab yang ditulis para ulama semuanya
berbahasa Arab. Atau misalnya seorang yang hendak menjadi mujtahid salah satu
syarat yang harus dipenuhinya adalah menguasai bahasa Arab.
Tetapi bagi orang awam tidak
diwajibkan untuk menguasai bahasa Arab sepenuhnya. Sehingga apabila tidak bisa
berbahasa Arab tidak menjadi
berdosa. Kecuali pada ibadah-ibadah yang wajib memakai bahasa Arab seperti di
dalam shalat. Maka yang wajib dipelajari dan difahami hanyalah sebatas
bacaan-bacaan yang ada di dalam shalat tersebut.
Maka jelaslah
bahwa islam tidak memaksakan suatu budaya kepada satu umat pun. Melainkan ia
mengkritik, dan membenarkan semua budaya manusia yang ada yang tidak sesuai
dengan kehendak Allah. Sehingga tidak ada salahnya jika kita melestarikan
budaya dan kearifan lokal di daerah kita
selama tidak bertentangan dengan syariah, bahkan hal itu sangat dianjurkan
terutama bagi seorang da’i atau ustadz. Karena seorang da’i atau ustadz yang
mengerti dan memahami budaya masyarakatnya akan lebih diterima dan lebih didengar.
Wallahu A’lam.
Casinos in Las Vegas - Dr.MCD
BalasHapus› casinos-in-las-vegas 순천 출장샵 남원 출장샵 › casinos-in-las-vegas Best Casino in Las Vegas! The Wynn is the most recognizable name 여주 출장안마 in Las Vegas, 거제 출장마사지 with over 40,000 부산광역 출장샵 square feet of gaming floor space, a