Kamis, 06 Juni 2013

Posted by Unknown | File under :




  PENDAHULUAN

Subul al-salam, tentu nama kitab ini sudah tidak asing lagi ditelinga para pencari ilmu, khususnya di kalangan para santri yang mondok di pesantren. Karena kitab yang satu ini dipelajari hampir di setiap pesantren di indonesia. Kitab ini menjadi populer karena memang ia menjadi salah satu referensi utama dalam ilmu fiqih. Di dalamnya dimuat hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum atau ahadits al-ahkam yang diambil dari kitab bulugh al-maram yang disusun oleh salah satu ulama ternama di kalangan ulama syafi’iyah yaitu Ibnu Hajar al-‘Asqolani (773-852 H).


Kemudian kitab bulugh al-maram tersebut disyarh oleh Syaikh al-‘Allamah al-Husein bin Muhammad al-Maghribi (w. 1119 H) dalam kitabnya yang bernama al-badr al-tamam fi syarh bulugh al-maram. lalu muncullah Imam al-Shon’ani, dan beliau lah yang kemudian meringkas kitab al-badr al-tamam tersebut di dalam kitab yang diberi nama subul al-salam.

Jadi kitab subul al-salam yang kita kenal itu bukan merupakan syarh langsung terhadap kitab bulugh al-maram karya Ibnu Hajar al-‘Asqolani. Melainkan ringkasan dari salah satu kitab syarh bulugh al-maram yaitu al-badr al-tamam karya syaikh Husein bin Muhammad al-maghribi. Karena itu, kitab ini pun menjadi sangat populer karena memang bahasanya yang mudah, dan pembahasannya pun tidak terlalu panjang. Tapi juga tidak terlalu simpel dan ringkas sehingga mengurangi kadar keilmiahnya. Jadi, kitab ini sangat cocok untuk dipelajari dan dijadikan referensi oleh pemula maupun orang yang sudah expert sekalipun dalam ilmu fiqih.

B.    BIOGRAFI PENGARANG
Imam al-Shon’ani memiliki nama lengkap Muhammad bin Ismail bin Sholah bin Muhammad bin Ali al-Kahlani dan kemudian dikenal dengan nama al-Shon’ani. Beliau memiliki garis keturunan yang sampai kepada Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Lahir pada malam Jumat pertengahan bulan Jumadal Akhir tahun 1099 H di sebuah tempat yang bernama Kahlan, sebuah kota di Yaman. sehingga beliau pun dipanggil dengan nama al-Kahlani.

Pada usianya yang kedelapan beliau pindah bersama orangtuanya dari tempat kelahirannya ke Shon’a. Dan di sanalah beliau memulai perjalannya dalam mencari ilmu dari ulama-ulama dan guru-guru besar pada zamannya. sehingga beliau pun menjadi orang paling menonjol diantara teman-teman sebayanya bahkan mampu menandingi guru-gurunya. Dan pada akhirnya beliau pun meninggalkan taqlid dan beramal langsung dari Al-quran dan Sunnah Shohihah. Kemudian beliau pindah ke Hijaz dan belajar hadits dari ulama-ulama besar dari Mekkah dan Madinah.

Beliau adalah seorang ulama yang memiliki tingkat keilmuan yang tinggi di berbagai bidang. Baik itu ilmu ‘aqli ataupun naqli, terutama dalam ilmu hadits. sehingga beliau menjadi imam para mujtahid di Yaman.

Selain itu Imam al-Shon’ani juga manjalankan berbagai aktivitas dalam rangka menjalankan perannya sebagai seorang ulama sakligus seorang mujtahid diantaranya
  •  Beliau selalu berpegang teguh pada dalil dan menjauhi taqlid, mengingkari sikap fanatisme dan kekakuan dalam beragama. 
  • Berdakwah untuk menjauhi tawassul dengan orang mati yang mengarah pada kemusyrikan
  • Beliau juga mengajar di madrasah Imam Syarafuddin dan di universitas Shon’a dan di majlis-majlis ilmu lainnya di Yaman. Beliau mengajar ilmu ushul, furu’, balaghoh, tafsir, hadits  dan lain-lain.
Pada tahun 1140 H beliau meninggalkan Shon’a menuju ke Syaharah dan tinggal disana selama delapan tahun, disana beliau mengajar dan menyebarkan sunnah. Kemudian pada tahun 1148 H beliau pun kembali ke Shon’a.

Pada tahun 1182 H beliau wafat bertepatan dengan hari selasa tanggal tiga bulan Sya’ban di usianya yang kedelapan puluh tiga tahun.

Karena kapasitas ilmu yang dimiliki oleh Imam al-Shon’ani sehingga menuai berbagai pujian dari para ulama. Di antaranya apa yang disampaikan oleh Imam al-Syaukani di dalam al-badr al-thali’, “(Imam al-Shon’ani) adalah seorang Imam mujtahid muthlaq yang memilki banyak karya”. Kemudian beliau melanjutkan, ”Beliau adalah ulama yang pandai di semua ilmu, dapat mengungguli kolega-koleganya dan beliau adalah satu-satunya pemimpin ulama di shon’a. Beliau gencar berijtihad, beramal dengan dalil, menghindari taqlid dan melemahkan pendapat-pendapat dalam fiqih yang tidak beradasar kepada dalil.”

C.     KARYA-KARYA IMAM AL-SHON’ANI
Imam al-Shon’ani telah meninggalkan karya-karya yang menunjukkan keluasan ilmunya. Sehingga dikatakan oleh Imam al-Syaukani, “beliau (Imam al-Shon’ani) merupakan salah satu Imam mujaddid (pembaru) dalam ajaran-ajaran agama”. Di antara karya-karyanya adalah :
1.                   Subul al-salam syarh bulugh al-maram
2.                   Minhah al-ghaffar hasyiah ‘ala dhou’ al-nahar
3.                   Al-tanwir syarh al-jami’ al-shogir li al-suyuthi (4 jilid)
4.                   Taudhih al-afkar syarh tanqih al-nadzar
5.                   Tathhir al-i’tiqod  ‘an adron al-ilhad
6.                   Al-idhoh wa al-bayan
7.                   Al-adillah al-jaliyyah fi tahrim al-nadzar ila al-ajnabiyah
8.                   Ijabah al-sail syarh bughyah al-amil mandzumah al-kafil fi ushul al-fiqh

D.        GURU-GURU IMAM AL-SHON’ANI
Imam al-Shon’ani dalam perjalan hidupnya telah menimba ilmu dari banyak guru, di antaranya :
1.              Al-sayyid al-‘allamah zaid bin Muhammad bin al-Hasan bin al-Qosim bin Muhammad (w 1123 H)
2.               Al-sayyid al-‘Allamah Sholah bin al-Husein al-Akhfasy al-Shon’ani (w 1142 H)
3.           Al-sayyid al-‘allamah abdullah bin ‘ali bin Ahmad bin Muhammad bin abd al-ilah bin Ahmad bin Ibrahim (w 1147 H)
            4.                Al-qodhi al-‘allamah ali bin muhammad bin ahmad al-‘unsi al-shon’ani (w 1139 H)
            5.                Al-sayyid al-hafidz hasyim bin Yahya bin Ahmad Al-Syami (w 1158 H)


Adapun guru-guru beliau ketika menimba ilmu di Mekkah dan Madinah antara lain :
1.                   Abdurrahman bin abi al-ghoits (khotib masjid nabawi)
2.                   Muhammad bin Ahmad al-asadi
3.                   Salim bin Abdullah al-bishri

E.         BERKENALAN DENGAN KITAB SUBUL AL-SALAM
Kitab Subulussalam, syarh bulugh al-maram (ringkasan dari syarh bulugh al-maram) merupakan salah satu referensi utama dalam ilmu fiqih. Kitab ini menjadi kebutuhan bagi seorang mubtadi bahkan seorang mujtahid sekalipun. Kitab ini sering disebut sebagai kitab syarh hadits terbaik karena penulisnya berhasil meringkas salah satu syarh terhadap kitab bulugh al-maram dengan penjelasan yang tidak terlalu panjang dan juga tidak terlalu singkat. 

Sehingga kitab ini sangat memudahkan bagi orang yang masih baru dengan kutub at-turats. Tetapi juga tidak mengurangi kadar keilmiahannya sehingga kitab ini juga sangat dibutuhkan oleh orang yang tingkat keilmuannya sudah di atas. 

Adapun  matan bulugh al-maram min adillah al-ahkam karya Ibnu hajar al-‘asqolani, dengan kecilnya kitab tersebut namun mampu menampung seribu lima ratus hadits yang merupakan ushul al-ahkam (hukum-hukum prinsipil) yang diurutkan berdasarkan bab-bab fiqih disertai dengan penjelasan kedudukan atau martabat tiap-tiap hadits.

Dalam menyusun kitab subul al-salam, Imam al-Shon’ani menggunakan metode yang cukup simpel dan tidak bertele-tele. Beliau hanya menuliskan syarh tiap-tiap hadits dengan bahasa yang mudah kemudian setelah itu beliau menyimpulkan hukum yang bisa diambil dari hadits tersebut dengan menyebutkan pendapat para ulama fiqih seperti pendapat imam empat madzhab, pendapat para sahabat, madzhab zaidiyah dan hadawiyah dan lain-lain.


F.         METODE PENULISAN KITAB SUBUL AL-SALAM

Di antara metode yang ditempuh imam al-Shonani dalam penulisan kitab subul al-salam adalah :
1.     Menuliskan teks hadits terlebih dahulu, dan dilanjut dengan menulis komentar dari al-Hafidz Ibnu Hajar
2.         Kemudian menuliskan biografi singkat tentang sahabat perowi hadits
3.      Setelah itu kemudian beliau mulai memaparkan tambahan-tambahan dan penjelasan singkat mengenai matan hadits dengan pendekatan ilmu hadits
4.    Menjelaskan kata-kata asing dalam matan hadits dan menjelaskan pasal atau bab fiqih yang berkaitan dengan hadits tersebut
5.         Menjelaskan i’rob kalimat dalam hadits sewaktu-waktu
6.   Setelah itu barulah kemudian beliau mulai mensyarh hadits dengan mengutip pendapat-pendapat para ulama dan perbedaan mereka dalam masalah-masalah fiqih yang berkaitan dengan hadits tersebut.
7.         Menjelaskan hal-hal yang dianggap rancu dan pertentangan di sebagian hadits
8.         Mentarjih apa yang beliau anggap rajih (kuat) dengan mencantumkan dalil yang menguatkan pendapatnya disertai dengan bantahan terhadap dalil orang yang bersebrangan dengannya.





0 komentar:

Posting Komentar