Jumat, 19 April 2013

Posted by Unknown | File under :

Pernyataan di atas mungkin sering terlintas di benak sebagian orang, terutama orang yang pernah atau sedang dalam keadaan junub. Ketika seseorang mendapatkan hadas besar (menjadi junub), maka konsekuensinya ia harus menyucikan dirinya dari hadats tersebut dengan mandi atau yang lebih kita kenal dengan mandi besar atau mandi junub.
Namun pertanyaannya, apakah setelah mandi tersebut kita harus wudu lagi agar dapat melakukan salat misalnya. Atau apakah mandi besar itu sudah dianggap cukup dan tidak perlu wudu lagi?. Nah, insya Allah lewat tulisan ini kita akan menjawab pertanyaan tersebut. Tapi ada baiknya sebelum kita masuk pada inti permasalahan, kita ketahui terlebih dahulu apa itu definisi junub.

DEFINISI JUNUB

Kata junub berasal dari bahasa Arab (جنب), asal katanya adalah janabah (جنابة). Menurut Ibnu Mandzur (630-711 H) dalam kitabnya Lisanul ‘Arab kata janabah berarti air mani. Sedangkan kata junub, beliau mendefinisikannya dalam kitab karyanya tersebut dengan mengutip perkataan Ibnu Al-Atsir (555-630 H), adalah orang yang wajib melakukan mandi karena disebabkan jima’ atau keluarnya mani.
Sedangkan menurut Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-muhalla Bil Atsar, kata janabah mengandung arti jenis air yang terbentuk darinya seorang anak manusia. Air tersebut jika dari seorang laki-laki warnanya putih, kental dan baunya seperti bau tepung sari. Sedangkan jika dari seorang perempuan, warnanya kuning dan agak encer. Maka air yang seperti itu mewajibkan mandi besar. Sedangkan jika air tersebut keluar dari seseorang yang mandul, dengan kata lain air tersebut tidak tumbuh menjadi janin. Maka yang seperti itu tidak mewajibkan mandi besar.

PERBEDAAN MANDI BESAR DAN WUDHU

Setelah kita mengetahui definisi junub dan janabah dari uraian di atas, sekarang kita kembali kepada pokok permasalahan. Di atas telah disinggung bahwa mandi besar adalah bersuci dari hadas besar, sedangkan wudu adalah bersuci dari hadas kecil. Artinya masing-masing hadas tersebut memiliki cara tersendiri dalam penyuciannya. Jika seseorang dalam keadaan suci, kemudian ia berhadas besar maka agar dia menjadi suci lagi, caranya dia harus mandi junub bukan berwudhu karena wudu adalah cara bersuci dari hadas kecil. Dan otomatis setelah mandi junub ia dalam keadaan suci kembali tanpa harus berwudhu.
Namun permasalahannya adalah jika seseorang dalam keadaan suci, kemudian ia mendapatkan dua hadas sekaligus (hadas kecil dan hadas besar) seperti orang yang berjima’ kemudian dia buang air kecil. Maka apakah dia harus mandi besar kemudian berwudhu, atau cukup dengan mandi besar saja?. Di sini para ulama berbeda pendapat.

PENDAPAT PARA ULAMA

Di dalam kitab Mughni al-Muhtaj Ila Ma’rifati Ma’ani alfadzi al-Manhaj karya Ibnu Ahmad Al-Khatib Asy-syarbini, seorang faqih bermadzhab Syafi’i, beliau menyebutkan ada 3 pendapat dalam masalah ini. Salah satunya adalah pendapat yang masyhur dalam madzhabnya yaitu mazhab syafi’i. Sedangkan kedua pendapat lainnya tidak disebutkan siapa yang mengemukakannya.

1.      Pendapat pertama yang dipakai dalam mazhab Syafi’i, bahwasanya jika seseorang junub sekaligus berhadas, maka cukup bersuci dengan mandi besar. Baik dia mengiringinya dengan niat wudu ataupun tidak. Baik dia –di dalam mandi besar itu— menyuci anggota wudhunya secara berurutan ataupun tidak. Karena wudu itu sudah tercakup oleh mandi besar. Ketika kita berwudu, kita hanya mencuci beberapa anggota badan saja. Sedangkan  ketika kita mandi besar, seluruh badan kita tercuci tanpa terkecuali. Ini didasarkan oleh sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jubair bin Muth’im.
أَمَّا أَنَا فَأُحْثِيَ عَلَى رَأْسِي ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ فَإِذَا أَنَا قَدْ طَهُرْت
“Adapun Aku (ketika mandi besar) menuangkan air di atas kepalaku dengan tiga kali tuangan, maka ketika itu aku suci.”

Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW setelah mandi junub menyatakan bahwa dirinya telah suci (dari janabah atau hadas) padahal beliau tidak berwudhu. Dan beliau pun di dalam hadis tersebut tidak menyatakan apakah sebelumnya beliau hanya junub (hadas besar) atau sekaligus berhadas (hadas kecil). Artinya hukum yang diambil dari hadis ini bersifat umum dan berlaku untuk orang yang mandi karena junub saja dan juga berlaku untuk orang yang mandi karena sebelumnya mengalami janabah dan hadas kecil sekaligus.

2.      Pendapat kedua mengatakan  tidak cukup hanya dengan mandi saja walaupun diingiri dengan niat wudu, tetapi harus disertai dengan wudu itu sendiri (tidak hanya niatnya saja). Dengan alasan bahwa kedua hadas itu (hadas kecil dan hadas besar) berbeda jenis sehingga cara bersucinya pun harus berbeda, tidak bisa salah satu mewakili yang lain. Jadi apabila seseorang berhadas dengan kedua hadas tersebut, maka masing-masing cara bersucinya pun harus dilakukan, yaitu wudu untuk hadas kecil dan mandi untuk hadas besar.

3.      Sedangkan pendapat ketiga mengatakan jika mandinya diiringi dengan niat wudu maka itu cukup. Meskipun tidak mencuci anggota wudlunya secara berurutan.

OPINI PENULIS 

Melihat ketiga pendapat di atas, penulis lebih condong kepada pendapat yang pertama dengan dua alasan.
Pertama, bahwa syariat islam itu adalah syariat yang berdiri di atas kemudahan. Sehingga jika ada dua pilihan dimana salah satunya lebih mudah dan yang lainnya lebih sulit, maka harus dipilih yang lebih mudah selama tidak bertentangan dengan dalil yang shohih baik itu dari Al-quran, As-sunnah ataupun ijma’ para ulama.
Kedua, pada kenyataannya kemudahan tersebut tidak bertentangan dengan syar’i, justru didukung dengan dengan dalil dari hadis nabi Muhammad SAW sebagaimana yang sudah disampaikan di atas. Walaupun penunjukkan hukumnya hanya dipahami secara mafhum (implisit) bukan secara manthuq (eksplisit).  
Wallahu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar